MANAJEMEN ARSIP
A. Pendahuluan
Perkembangan
global dewasa ini semakin menuntut pentingnya informasi bagi bagi setiap
organisasi, baik organisasi pemerintah maupun swasta. Keseluruhan kegiatan
organisasi pada dasarnya membutuhkan informasi. Salah satu sumber informasi
penting yang dapat menunjang proses kegiatan administrasi maupun birokrasi
adalah arsip (record). Sebagai rekaman informasi dari seluruh aktivitas
organisasi, arsip berfungsi sebagai pusat ingatan, alat bantu pengambilan
keputusan, bukti eksistensi organisasi dan untuk kepentingan pihak lain.
Mantan
Menteri Sekretaris Negara, Moerdiono, dalam kata sambutan peluncuran buku ANRI
dalam gerak langkah 50 tahun Indonesia Merdeka, menyatakan bahwa “Tanpa arsip,
suatu bangsa akan mengalami sindrom amnesia kolektif dan akan terperangkap
dalam kekinian yang penuh dengan ketidakpastian. Oleh karena itu, tidaklah
terlalu keliru jika dikatakan bahwa kondisi kearsipan nasional suatu bangsa
dapat dijadikan indikasi dari kekukuhan semangat kebangsaannya. Tidaklah dapat
disangkal, bahwa masih banyak yang harus kita lakukan untuk menyempurnakan
arsip nasional kita, baik di tingkat pusat maupun di daerah-daerah.”
Pernyataan di atas sudah cukup tegas menandaskan peran penting arsip dalam kehidupan pemerintahan dan berbangsa. Persoalan yang sering mengemuka adalah masih lemahnya penanganan arsip yang disebabkan karena berbagai alasan. Berbagai kendala seperti kurangnya tenaga arsiparis maupun terbatasnya sarana dan prasarana selalu menjadi alasan buruknya pengelolaan arsip di hampir sebagian besar instansi pemerintah maupun swasta. Kondisi semacam itu diperparah dengan image yang selalu menempatkan bidang kearsipan sebagai kawasan “marginal” diantara aktivitas-aktivitas kerja lainnya.
Pernyataan di atas sudah cukup tegas menandaskan peran penting arsip dalam kehidupan pemerintahan dan berbangsa. Persoalan yang sering mengemuka adalah masih lemahnya penanganan arsip yang disebabkan karena berbagai alasan. Berbagai kendala seperti kurangnya tenaga arsiparis maupun terbatasnya sarana dan prasarana selalu menjadi alasan buruknya pengelolaan arsip di hampir sebagian besar instansi pemerintah maupun swasta. Kondisi semacam itu diperparah dengan image yang selalu menempatkan bidang kearsipan sebagai kawasan “marginal” diantara aktivitas-aktivitas kerja lainnya.
Sekarang ini kita tidak bisa berkutat
terus pada problema-problema di atas, yang kalau dibiarkan akan makin membuat
pesimis. Di tengah peluang meningkatnya SDM aparat dan masyarakat, kita harus
segera melakukan lompatan-lompatan strategis untuk membangun sinergi dengan
berbagai pihak dalam upaya peningkatan mutu kearsipan. Permasalahan yang dikaji
dalam ringkasan tulisan ini adalah bagaimana peranan manager arsip dalam
mengelola arsip dan seberapa penting arsip sebagai sumber informasi?
B.
Pengertian Arsip
1.
Arsip
Secara
terminologis, arsip atau records merupakan informasi yang direkam dalam bentuk
atau medium apapun, dibuat, diterima, dan dipelihara oleh suatu
organisasi/lembaga/badan/perorangan dalam rangka pelaksanaan kegiatan (Walne,
1988: 128).
Sedangkan
dalam UU No. 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan Pasal 1
disebutkan, yang dimaksud arsip adalah: (a) naskah-naskah yang dibuat dan
diterima oleh Lembaga-lembaga Negara dan Badan-badan Pemerintahan dalam bentuk
corak apapun, baik dalam keadaan tunggal maupun berkelompok, dalam rangka
pelaksanaan kegiatan pemerintah; (b) naskah-naskah yang dibuat dan diterima
oleh Badan-badan Swasta dan/atau perorangan, dalam bentuk corak apapun, baik
dalam keadaan tunggal maupun berkelompok, dalam rangka pelaksanaan kehidupan
kebangsaan.
2.
Guna Arsip
Kegunaan
arsip secara umum terbagi atas dua, yaitu kegunaan bagi instansi pencipta
arsip, dan kegunaan bagi kehidupan kebangsaan. Bagi instansi pencipta, kegunaan
arsip antara lain meliputi: endapan informasi pelaksanaan kegiatan, pendukung
kesiapan informasi bagi pembuat keputusan, sarana peningkatan efisiensi
operasional instansi, memenuhi ketentuan hukum yang berlaku, dan sebagai bukti
eksistensi instansi. Sedangkan bagi kehidupan kebangsaan, kegunaan arsip antara
lain sebagai: bukti pertanggungjawaban, rekaman budaya nasional sebagai “memori
kolektif” dan prestasi intelektual bangsa, dan sebagai bukti sejarah.
3.
Peran kearsipan
Peranan
kearsipan sebenarnya sangatlah potensial dan tidak mungkin dapat dihapus dalam
menunjang kelancaran kegiatan administrasi sehari-hari disegala bidang
kegiatan. Kearsipan mempunyai peranan sebagai pusat kegiatan, sebagai sumber
informasi, dan sebagai alat pengawas yang sangat diperlukan dalam setiap
organisasi dalam melakukan kegiatan perencanaan, penganalisaan, pengembangan,
perumusan, kebijaksanaan, pengambilan keputusan, pembuatan laporan,
pertanggungjawaban, penilaian dan pengendalian setepat-tepatnya
4.
Fungsi Arsip
Menurut
UU No.7 tahun 1971, fungsi arsip dibedakan atas dua: arsip dinamis dan arsip
statis. Arsip dinamis adalah arsip yang masih secara langsung digunakan dalam
kegiatan-kegiatan atau aktivitas organisasi, baik sejak perencanaan,
pelaksanaan dan juga evaluasi. Arsip statis adalah arsip yang tidak
dipergunakan lagi di dalam fungsi-fungsi manajemen, tetapi dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan pendidikan dan penelitian. Arsip statis merupakan arsip yang
memiliki nilai guna berkelanjutan (continuing value).
Arsip
dinamis berdasarkan kepentingan penggunaannya dapat dibedakan menjadi dua yaitu
arsip dinamis aktif dan dinamis inaktif. Arsip dinamis aktif berarti arsip yang
secara langsung dan terus-menerus diperlukan dan dipergunakan di dalam
penyelenggaraan administrasi. Sedangkan arsip dinamis inaktif merupakan
arsip-arsip yang frekuensi penggunaannya untuk penyelenggaraan administrasi
sudah menurun.
5.
Tujuan Kearsipan
Tujuan
kearsipan ialah untuk menjamin keselamatan bahan pertanggungjawaban tentang
perencanaan, pelaksanaan dan penyelenggaraan kehidupan kebangsaan serta untuk
menyediakan bahan Kegunaan arsip secara umum terbagi atas dua, yaitu kegunaan
bagi instansi pencipta arsip, dan kegunaan bagi kehidupan kebangsaan. Bagi
instansi pencipta, kegunaan arsip antara lain meliputi: endapan informasi
pelaksanaan kegiatan, pendukung kesiapan informasi bagi pembuat keputusan,
sarana peningkatan efisiensi operasional instansi, memenuhi ketentuan hukum
yang berlaku, dan sebagai bukti eksistensi instansi. Sedangkan bagi kehidupan
kebangsaan, kegunaan arsip antara lain sebagai: bukti pertanggungjawaban,
rekaman budaya nasional sebagai “memori kolektif” dan prestasi intelektual
bangsa, dan sebagai bukti sejarah.
Untuk
mencapai tujuan keseluruhan manajemen kearsipan yaitu memberi arsip yang tepat
pada orang yang tepat pada waktu yang tepat dengan biaya yang
serendah-rendahnya maka manajer kearsipan harus mengetahui:
1.
Jenis arsip yang dimiliki;
2.
Dimana mereka disimpan;
3. Dan besarnya arsip yang dimiliki
6.
Retensi Arsip
Untuk
peningkatan efisiensi dan efektifitas operasional instansi, arsip harus
disusutkan. Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1979,
pasal 2, penyusutan berarti memindahkan arsip aktif dari unit-unit pengolah ke
Unit Kearsipan di lingkungan instansi masing-masing, memusnahkan arsip sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku dan menyerahkan arsip statis oleh Unit
Kearsipan ke Arsip Nasional RI. Penyusutan arsip, dalam perspektif ilmu
pengetahuan adalah fungsi “pelestarian arsip” yang bernilai guna sekunder bagi
kehidupan kebangsaan. Dengan adanya pedoman penyusutan arsip sejak awal telah
dapat dipantau dan dilakukan langkah “penyelamatan” bukti pertanggung jawaban
nasional dan bukti prestasi intelektual berupa nilai budaya bangsa yang terekam
dalam bentuk arsip.
7.
Pelestarian Arsip
Masalah
pelestarian dan penyelamatan arsip menjadi sangat penting, terlebih setelah
dalam tahun-tahun terakhir ini banyak sekali musibah yang menimpa negeri kita
yang dapat berakibat pada rusak/hilangnya sejumlah arsip. Untuk itu lahirlah
Peraturan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor: 06 Tahun 2005 Tentang
Pedoman Pelindungan, Pengamanan dan Penyelamatan Dokumen Arsip Vital Negara
terhadap Musibah/Bencana. Sebagai informasi terekam, dokumen/arsip vital negara
merupakan bukti penyelenggaraan kegiatan organisasi yang berfungsi sebagai
bukti akuntabilitas kinerja, alat bukti hukum dan memori organisasi. Oleh
karena sifatnya yang sangat penting, arsip vital harus memperoleh perlindungan
khusus terutama dari kemungkinan musnah, hilang atau rusak yang diakibatkan oleh
bencana. Dengan adanya pedoman ini maka akan memberikan koridor
hukum dalam kegiatan penyelamatan arsip.
8.
Inventaris
arsip
Inventaris arsip atau disebut juga
survey arsip adalah sebuah ulasan rinci mengenai jumlah, tipe, fungsi, dan
pengorganisasian arsip yang akan dikelola. Kegiatan ini akan menjawab
pertanyaan seperti:
a) Jenis arsip apa yang kita miliki?
b) Dimana arsip tersebut tersimpan?
c) Berapa banyak arsip yang kita
miliki?
d)
Apakah arsip
itu aktif, inaktif atau tidak penting?
e)
Apakah arsip itu vital?
f)
Mana yang merupakan salinan arsip?
Inventaris
arsip mempunyai tiga tujuan utama yaitu :
1) Menentukan status dan cakupan arsip
yang akan dikelola.
2) Memberikan pangkalan data untuk
mengembangan program retensi arsip.
3) Memberikan informasi untuk keputusan
lain dalam pengembangan program manajemen kearsipan yang efektif. Sebagai
contoh informasi yang diberikan oleh inventaris arsip memberikan dasar untuk
menentukan fasilitas, peralatan, pemasokan, dan staf yang diperlukan untuk
mengelola arsip organisasi. Disamping itu kita akan mengetahui pelatihan apa
yang diperlukan staf, pengawasan apa yang diterapkan pada penciptaan dan
penggandaan arsip dan langkah apa yang harus diambil untuk melindungi arsip
vital.
C.
Nilai Sebuah Arsip
Organisasi
modern adalah organisasi yang bertumpu pada informasi (a modern organization
is an information based organization), karena lewat informasi inilah pola
huhungan antara “state” (negara) dan “civil society” (masyarakat
sipil) dapat berlangsung secara sinergis. Ditambah lagi pepatahdari ANRI bahwa memory
can fail, but what is recorded will remain (ANRI, 1980: 12).
Penilaian
arsip adalah pemeriksaan data yang dikumpulkan melalui inventaris arsip untuk
menentukan nilai setiap seri arsip. Proses penilaian arsip menjamin bahwa
retensi dan pemusnahan arsip dilakukan dengan tepat. Hasil dari proses ini
adalah jadual retensi arsip.
Arsip
yang merupakan data terekam dalam segala bentuknya kian hari makin dirasakan
peran dan manfaatnya di dalam menunjang aktivitas suatu lembaga. Menurut Milton
Reitzfeld ( “Records Management” dalam buku Victor Lazzaro, (ed.), Systems and
Procedures: A Handbook for Business and Industry, 1959, p. 243.) mentapkan
adanya 7 (tujuh) nilai dari suatu arsip terutama untuk keperluan menentukan jangka
waktu penyimpanan, yaitu :
1.
values for administrative use (nilai-nilai kegunaan administrasi)
2.
values for legal use (nilai-nilai kegunaan hukum)
3.
values for fiscal use (nilai-nilai untuk kegunaan keuangan)
4.
values for policy use (nilai-nilai untuk pembuatan kebijaksanaan)
5.
values for operating use (nilai-nilai untuk pelaksanaan kegiatan)
6.
values for historical use (nilai-nilai untuk kegunan sejarah)
7.
values for research (nilai untuk penelitian)
E. Arsip Menurut Para Pakar
Ketua
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Universitas Indonesia Fuad Gani
mengatakan, arsip adalah sumber informasi penting yang dapat memberikan sumber
bukti yang terpercaya dan sahih mengenai suatu keputusan dan tindakan.
Kekacauan sistem penyimpanan arsip akan mengantarkan kepada sulitnya menentukan
pertanggungjawaban terhadap suatu tindakan untuk meminta pertanggungjawaban
seseorang.
Untuk itu, UU Arsip harus menjamin perlindungan
menyeluruh untuk seluruh arsip pemerintah dan memberikan administrasi kearsipan
kekuasaan luas untuk mengamankan dan melindungi arsip. Menurut Fuad, revisi UU
Kearsipan adalah suatu kebutuhan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi dalam
rangka menuju Indonesia yang lebih baik. Sebagai dasar pertimbangan
dilakukannya revisi UU dimaksud adalah perubahan sistem administrasi hukum dan
teknologi, bentuk baru badan pemerintah, UU Informasi dan Transaksi Elektronik,
UU Kebebasan Informasi Publik (KIP) dan keberadaan arsip elektronik.
F. Informasi dalam Arsip Menurut UU No. 43 Tahun 2009
Dalam
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 pada Bab I, pasal 1 beberapa poin penting
adalah :
1.
Pada poin 2 dikatakan bahwa Arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam
berbagai bentuk dan media sesuai dengan dengan perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga Negara, pemerintahan
daerah, lembaga pendidikan, organisasi, organisasi politik, organisasi
kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
2.
Pada poin 3 dikatakan bahwa Arsip dinamis adalah arsip yang digunaka secara
langsung dalam kegiatan pencipta arsip dan disimpan selam ajangka waktu
tertentu.
3.
Pada poin 4 dikatakan bahwa Arsip vital adalah arsip yang keberadaannya
merupakan persyaratan dasar bagi kelangsungan operasional pencipta arsip, tidak
dapat diperbarui, dan tidak dapat tergantikan apabila rusak atau hilang.
4.
Pada poin 5 dikatakan bahwa Arsip aktif adalah arsip yang frekuensi
penggunaannya tinggi dan/atau terus menerus.
5.
Pada poin 6 dikatakan bahwa Arsip inaktif adalah arsip yang frekuensi
penggunaannya telah menurun.
6.
Pada poin 7 dikatakan bahwa Arsip statis adalah arsip yang dihasilkan oleh
pencipta arsip karena memiliki nilai guna kesejarahan, telah habis retensinya,
dan berketerangan dipermanenkan yang telah diverifikasi baik secara langsung
Maupin tidak langsung oleh Arsip Nasional Republik Indonesia dan/atau lembaga
kearsipan.
7.
Pada poin 8 dikatakan Arsip terjaga adalah arsip Negara yang berkaitan dengan
keberadaaan dan kelangsungan hidup bangsa dan Negara yang harus dijaga
keutuhan, keamanan, dan keselamatannnya.
8.
Pada poin 9 dikatakan bahwa Arsip umum adalah arsip yang tidak termasuk dalam
kategori arsip terjaga.
9.
Pada poin 11 dikatakan bahwa Akses arsip adalah ketersedian arsip sebagai hasil
dari kewenangan hokum dan otorisasi legal serta keberadaan sarana Bantu untuk
mempermudah penemuan dan pemanfaatan arsip.
10.
Pada poin 22 dikatakan bahwa Jadwal retensi arsip yang selanjutnya disingkat
JRA adalah daftara yang berisi sekurang-kurangnya jangka waktu penyimpanan atau
retensi, jenis arsip, dan keterangan yang berisi rekomendasi tentang penetapan
suatu jenis arsip dimusnahakan, dinilai kembali, atau dipermanenkan yang
dipergunakan sebagai pedoman penyusutan dan penyelamatan arsip.
11.
Pada poin 23 dikatakan bahwa Penyusutan arsip adalah kegiatan pengurangan
jumlah arsip dengan cara pemindahan arsip in aktif dari unit pengolah ke unit
kearsipan, pemusnahan arsip yang tidak memiliki nilai guna, dan penyerahan
arsip statis kepada lembaga kearsipan.
G. Definisi Manajemen Kearsipan
Definisi
Manajemen Kearsipan adalah pelaksanaan pengawasan sistematik dan ilmiah
terhadap semua informasi terekam yang dibutuhkan oleh sebuah organisasi untuk
menjalankan usahanya. Ia mengawasi sistim penyimpanan arsip organisasi dan
memberikan pelayanan-pelayanan yang diperlukan. Dengan kata lain Manajemen
Kearsipan melakukan pengawasan sistematik mulai dari penciptaan, atau penerimaan
arsip, kemudian pemrosesan, penyebaran, pengorganisasian, penyimpanan, sampai
pada akhir pemusnahan arsip.
Informasi
yang sudah tersimpan menjadi arsip dapat berbentuk buku, makalah, foto, peta,
atau barang dukumen dalam bentuk lainnya yang dibuat atau diterima untuk tujuan
operasional dan legalitas dalam hubungannya dengan kegiatan usaha.
H. Akses Arsip
Beberapa
pertimbangan yang harus diperhatikan di dalam pembuatan kebijaksanaan akses
terhadap arsip adalah :
1.
Dalam Pasal 44 UU Nomor 43 tahun 2009 Tentang Kearsipan dikatakan (1) Pencipta
arsip dapat menutup akses atas arsip dengan alas an apabila arsip dibuka untuk
umum dapat:
a.
Menghambat proses penegakan hukum;
b. Mengganggu kepentingan pelindungan
hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak
sehat;
c. Membahayakan pertahanan dan kemanan
Negara;
d. Mengungkapkan kekayaan alam
Indonesia yang masuk dalam kategori dilindungi kerahasiannya;
e. Merugikan ketahanan ekonomi
nasional;
f. Merigikan kepentingan politik luar
negeri dan hubungan luar negeri;
g. Mengungkapkan isi akta autentik yang
bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang kecuali kepada
yang berhak secara hokum;
h.
Mengungkapkan rahasia atau data pribadi; dan
i.
Mengungkap memorandum atau surat-surat yang menurut sifatnya perlu
dirahasiakan.
dan
(2) Pencipta arsip wajib menjaga kerahasian arsip tertutup sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) serta (3) Pencipta arsip wajib menentukan prosedur berdasarkan
standar pelayanan minimal serta menyediakan fasilitas untuk kepentingan
pengguna arsip.
2.
Memperhatikan sensitivitas dan kerahasian arsip.
3.
Perlindungan terhadap privasi individu.
4.
Batasan-batasan yang dibuat oleh depositor arsip.
5. Pemakai.
6. Akses yang sama terhadap arsip. Ini
merupakan prinsip yang penting untuk menjamin bahwa lembaga arsip memberikan
jasa rujukan tanpa ada rasa memihak atau prasangka terhadap pemakai yang telah
ditetapkannya.
7. Tingkat akses. Arsiparis juga
perlu menentukan tingkat akses yang diperbolehkan bagi pemakai. Tingkat akses
biasanya mulai dari ijin untuk memasuki ke ruang baca atau penyelusuran sampai
mendapatkan izin untuk merepruduksi atau menerbitkan arsip tertentu.
8. Kondisi fisik arsip. Jika
arsip dalam kondisi buruk atau rusak, maka arsiparis harus mempertimbangkan
pembatasan akses sampai arsip tersebut diperbaiki oleh bagian pelestarian. Cara
lain adalah dengan memberikan fotokopi atau mikrofilm dari arsip yang
bersangkutan. Cara ini dipandang baik terutama untuk arsip yang sering dipakai.
9. Keamanan arsip. Bahan arsip
adalaj unik dan banyak arsip mempunyai nilai untuk pembuktian hukum atau
pertanggungjawaban keuangan.
10. Biaya pembayaran. Arsip
kebijaksanaan akses juga memuat aturan mengenai bayaran yang dibebankan kepada
seorang pemakai jika ia menggunakan arsip yang menyangkut fasilitas, pelayanan
dan pemberian salinan.
I. Posisi dan Peran Arsiparis dalam
Perlindungan Informasi
Dalam BAB IX KETENTUAN PIDANA , UU. Nomor 43 tahun 2009 menjelaskan
tentang ketentuan pidana kearsipan yaitu :
Pasal 81:
Setiap
orang yang dengan sengaja menguasai dan/atau memiliki arsip negara sebagaimana
dimaksud dalam pasal 33 untuk kepentingan sendiri atau orang lain yang tidak
berhak dipidana dengan pidana penajara paling lama 5 (lima) tahun atau denda
paling bayak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Bunyi
Pasal 33 adalah Arsip yang tercipta dari kegiatan lembaga Negara dan kegiatan
yang menggunakan sumber dana negara dinyatakan sebagai arsip Negara.
Pasal 82:
Setiap
orang yang dengan sengaja menydiakan arsip dinamis kepada penggguna arsip yang
tidak berhak sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp
125.000.000,00 (seratus dua puluh lima juta rupiah). Bunyi Pasal 42 ayat (1)
Pencipta arsip wajib menydiakan arsip dinamis bagi kepentingan pengguna arsip
yang berhak.
Pasal 83:
Setiap
orang yang dengan sengaja tidak menjaga keutuhan, keamanan dan keselamatan
arsip Negara yang terjaga untuk kepentingan Negara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
atau denda paling banyak Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Bunyi
Pasal 42 ayat (3) Pencipta arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
menjaga keutuhan, keamanan, dan keselamatan arsip dinamis yang masuk dalam
kategori arsip terjaga.
Pasal 85:
Setiap
orang yang dengan tidak menjaga kerahasian arsip tertutup sebagaimana dimaksud
dalam pasal 44 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun atau denda paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
rupiah).
Pasal 86:
Setiap
orang yang dengan sengaja memusnahkan arsip di luar prosedur yang benar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan paling banyak Rp 500.000.000,00 )lima ratus
juta rupiah).
Pasal 87:
Setiap
orang yang memperjualbelikan atau menyerahkan arsip yang memiliki nilai guna
kesejarahan kepada pihak lain di luar yang telah ditentukan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 53 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
BAB
IX ini jelas menempatkan seorang arsiparis pada posisi rawan hukum dan
menjadikannya ia harus ekstra hati-hati dalam melakukan tindakan terutama yang
menyangkut perlindungan data atau informasi yang ada dalam arsipnya. Walaupun
kesanya aturan pasal ini hanya berlaku bagi arsiparis yang bekerja di badan
atau lembaga pemerintah, pasal ini dapat dijadikan acuan hukuman bagi
pelanggaran yag dilakukan seorang pengelola arsip di lembaga swasta.
Melihat
betapa informasi yang dikandung sebuah arsip mempunyai nilai tinggi bagi pihak
yang bersangkutan, peran yang dimainkan seorang arsiparis menjadi penting juga,
antara lain :
1.
Menjadikan data atau informasi yang terekam tersedia ketika ia diperlukan oleh
pihak yang berwenang mendapatkannya;
2. Melindungi informasi yang berharga
tersebut dari kerusakan, pemalsuan dan pencurian.
Peran yang penting ini bukan saja
menuntut kemampuan, kesetiaan dan tingkat intelektualitas yang tinggi pada diri
seorang arsiparis untuk mengorganisasi informasi.
J. Arsip Elektronik
Kebanyakan arsip tidak lagi diciptakan
atau diterima dalam bentuk kertas lagi. Ketika sistem dan aplikasi komputer
berkembang pesat dan kemudian menyatu dengan proses kerja rutin, informasi
semakin banyak kini diciptakan dan diterima dalam bentuk digital. Asosiasi Kepala Informasi Nasional
di Amerika Serikat memperkirakan bahwa 97 persen informasi diciptakan, diterima
dan dipelihara secara elektronik (State of Florida, Electronic Records and
Records Management Practices Manual, 2008).
K. Syarat Kelengkapan Arsip Elektronik
Untuk
memastikan bahwa isi yang terkandung pada arsip elektronik terpelihara dengan
baik maka organisasi organisasi pencipta arsip harus menjamin bahwa setiap
arsip elektroniknya mempunyai unsur-unsur bentuk intelektual. Unsur-unsur
tersebut adalah:
1.
Penanggalan secara kronologis baik pengiriman maupun penerimaan
2. Tempat arsip itu dibuat dan/atau
dari mana ia dikirim.
3.
Alamat Pengirim
4. Nama atau/dan tanda tangan penulis
atau pengarang
5.
Alamat Penerima
6.
Penerima
7.
Subjel/Perihal
8.
Disposisi
L. Masalah Arsip Elektronik di Luar
negeri
Jika kita ingin mengetahui agak lebih
juh lagi mengapa ada pandangan yang berbeda di negara-negara Eropa ini terhadap
arsip elektronik, maka kita dapat mengambil Swedia dan Jerman sebagai dua
contoh yang salaing bertolak belakang. Swedia hampir 30 tahun lalu telah
mengakui keabsahan arsip rekod sebagai alat bukti. Cepatnya pengakuan ini
disebabkan bahwa Swedia telah mempunyai sistem manajemen arsip berbasis kertas
yang sangat baik. Dengan disiplin tinggi, penuh tanggung jawab dan konsisten
organisasi di Swedia menjalankan sistem manajemen arsip mereka. Tradisi dan
kultur dalam mengolah arsip yang baik ini memudahkan bagi Arsip Nasional Swedia
untuk cepat menyatakan arsip elektronik sebagai alat pembuktian yang sah.
Sementara pengadilan-pengadilan di
Jerman masih merasakan keraguan untuk mengakui arsip elektronik sebagai alat
pembuktian. Alasan adanya manipulasi yang erat kaitannya dengan teknologi
informasi itu sendiri yang memang dapat dimanipulasi kiranya mungkin dapat
disusuri dari kemampuan orang Jerman dalam menguasai teknologi tinggi. Dan
diantara mereka mungkin saja banyak yang menggunakan keterampilan penguasaan
teknologinya untuk maksud-maksud yang tidak baik.
Untuk di Indonesia Fuad Gani berpendat
bahwa pengakuan arsip elektronik pada awalnya akan didasarkan pada kasus per
kasus. Artinya ketika rekanan bisnis atau pengadilan mengetahui dan mengakui
bahwa sistem manjemen arsip yang dimiliki oleh organisasi yang bersangkutan
sudah baik dan dijalankan dengan penuh tanggung jawab, disiplin dan konsisten,
maka tidak ada keraguan untuk mengakui arsip elektronik sebagai alat bukti yang
sah.
M. Masalah Hukum Arsip Elektronik
Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam arsip elektronik yang harus diperhatikan, diantaranya:
1. Penipuan Komputer: perusakan,
perubahan, penipuan dan pencurian data
2. “Privacy” (Perlindungan data)
dan Penyebaran Informasi
3. Tanpa Hak Memasuki Sistem Komputer
Pasal 406 KUHP mengatur:
Barangsiapa dengan sengaja dan secara
melawan hukum menghacurkan, merusakkan, membuat hingga tidak dapat dipakai lagi
atau menghilangkan sesuatu benda yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyan
orang lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun dan delapan
bulan atau dengan hukuman denda setinggi tingginya empat ribu lima ratus
rupiah.
4. Hak Cipta
Hak cipta adalah hak diberikan kepada
pencipta atau orang ditunjuknya untuk memperbanyak suatu karya ciptaan dan
untuk diakui sebagai pencipta. Hak cipta hanya melindungi ungkapan dari
suatu ide atau gagasan bukan ide atau gagasan itu sendiri. Ungkapan itu
disimpan dalam media yang bersifat permanen yang memungkinkan dilakukan
reproduksi ciptaanya tersebut. Kertas, magnetic tape, disket, CD misalnya
merupakan media yang memungkinkan suatu gagasan disimpan secara permanen.
Ada dua macam hak yang harus
diperhatikan dalam pembicaraan mengenai hak cipta. Pertama adalah hak moral.
Hak ini pada intinya memberikan jaminan kepada penciptanya untuk diakui
sebagai pencipta dan hak untuk menolak segala macam bentuk distorsi (perubahan)
terhadap karya ciptanya. Hak ini bersifat abadi dan tudak bisa
dipindah-tangankan. Kedua adalah hak ekonomi. Hak ini pada prinsipnya
berhubungan dengan hak yang diberikan kepada pencipta atau orang yang
ditunjuknya untuk memperbanyak suatu karya ciptaan. Hak ini bersifat sementara
dan dapat dialihkan kepada orang lain.
Karya-karya yang menjadi subjek
perlindungan hak cipta antara lain adalah:
a.
karya literatur : koran, artikel journal, puisi, cerpen, buku (baik fiksi
maupun tidak), aturan permainan, lirik lagu, buku harian, program komputer dan
bentul lain dari tulisan;
b.
karya drama: sandiwara, naskah film;
c.
karya musik;
d.
karya seni: lukisan, ukiran, foto, peta, patung, dll;
Lamanya perlindungan hak ekonomi
terhadap karya ini berbeda-beda. Karya yang ditulis dalam bentuk buku misalnya
dilindungi sampai 50 tahun setelah sang pencipta meninggal dunia.
Melihat dari macam karya dilindungi,
maka jelas bahwa hampir semua materi yang tersimpan di suatu lembaga kearsipan
tidak lepas dari perlindungan hak cipta. Dan tentu saja menimbulkan konsekuensi
hukum bagi pengelolanya terutama mengenai masalah memperbanyak suatu karya
ciptaan. Undang-undang hak cipta biasanya memperbolehkan perorangan atau
lembaga untuk memperbanyak suatu karya ciptaan tanpa melanggar hak cipta.
Keadaan atau syarat yang memungkinkan
memperbanyak suatu karya karya ciptaan di lingkungan dunia kearsipan adalah:
1) Memperbanyak karya ciptaan untuk
maksud melestarikan karya yang tidak terbitkan atau menganti karya yang
diterbitkan. Jika suatu karya yang diterbitkan yang disimpan dalam koleksi
mengalami kerusakan maka membuat salinan karya diperbolehkan sejauh usaha untuk
mendapatkan salinan tidak berhasil dalam waktu yang cukup lama atau dikarenakan
harganya terlalu mahal dan hal ini dibuktikan oleh pejabat arsip yang
bersangkutan;
2)
Memperbanyak untuk tujuan penelitian yang sedang dilakukan oleh lembaga arsip;
3)
Memperbanyak untuk tujuan memberikannya kepada pemakai sejauh pemakai telah
memenuhi prosedur yang telah ditetapkan;
4) Memperbanyak untuk tujuan
me-microfilm-kan karya ciptaan dalam rangka penghematan tempat. Kegiatan ini
bisa dilakukan jika karya ciptaan memang ada pada koleksi lembaga arsip yang
bersangkutan.
Di luar dari ketentuan di atas maka
para pengelola arsip harus mendapatkan izin secara tertulis dari pemilik hak
cipta untuk memperbanyak suatu karya ciptaan.
5).
Kerahasiaan
Kerahasiaan
data harus mempunyai tiga unsur (dalam perkara Coco v. A.N. Clark) yaitu:
a.
Informasi itu harus mempunyai kualitas kerahasiaan;
b. Informasi itu harus diberikan dalam
keadan-keadaan yang menimbulkan
c.
Kewajiban merahasiakan;
d.
Harus ada suatu penggunaan tidak sah terhadap informasi tersebut
DAFTAR REFERENSI
1.
UU No 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan
2.
Keputusan Kepala ANRI No 09 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusutan Arsip pada
Lembaga-lembaga Negara dan Badan-badan Pemerintahan
3. Keputusan Kepala ANRI No 07 Tahun 2001 tentang Pedoman Penilaian Arsip bagi
Instansi Pemerintah, Badan Usaha, dan Swasta
4.
Permendiknas No 37 Tahun 2006 tentang Tata Kearsipan di Lingkungan Depdiknas
5.
Keputusan Presiden No 105 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Arsip Statis
6.
PP No 34 Tahun 1979 tentang Penyusutan Arsip
0 komentar:
Posting Komentar